Minggu, 22 Januari 2017

Garis Waktu


GARIS WAKTU : "Sebuah Perjalanan Menghapus Luka"
by. Fiersa Besari
"beberapa orang tinggal dalam hidupmu agar kau menghargai kenangan. beberapa orang tinggal dalam kenangan agar kau menghargai hidupmu"

Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau bertemu dengan satu orang yang mengubah hidupmu untuk selamanya. Kemudian, satu orang tersebut akan menjadi bagian terbesar dalam agendamu. Dan hatimu takkan memberikan pilihan apa pun kecuali jatuh cinta, biarpun logika terus berkata bahwa risiko dari jatuh cinta adalah terjerembab di dasar nestapa.

Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau terluka dan kehilangan pegangan. Yang paling menggiurkan setelahnya adalah berbaring, menikmati kepedihan dan membiarkan garis waktu menyeretmu yang niat-tak niat menjalani hidup. Lantas, mau sampai kapan? Sampai segalanya terlambat untuk dibenahi? Sampai cahayamu benar-benar padam? Sadarkah bahwa Tuhan mengujimu karena Dia percaya dirimu lebih kuat dari yang kau duga? Bangkit. Hidup takkan menunggu.

Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau ingin melompat mundur pada titik-titik kenangan tertentu. Namun tiada guna, garis waktu takkan memperlambat gerakkannya barang sedetik pun. Ia hanya mampu maju, dan terus maju. Dan mau tidak mau, kita harus ikut terseret dalam alurnya. Maka, ikhlaskan saja kalau begitu. Karena sesungguhnya, yang lebih menyakitkan dari melepaskan sesuatu adalah berpegangan pada sesuatu yang menyakitimu secara perlahan.



“Beberapa orang berhenti menyapa bukan karena perasaannya berhenti; melainkan karena telah mencapai titik kesadaran untuk berhenti disakiti.”

“Lambat laun kusadari, beberapa rindu memang harus sembunyi-sembunyi. Bukan untuk disampaikan, hanya untuk dikirim lewat doa. Beberapa rasa memang harus dibiarkan menjadi rahasia. Bukan untuk diutarakan, hanya untuk disyukuri keberadannya.”
 
“Ketahuilah, beberapa tangan melepaskan genggamannya saat hidupmu bertambah sulit agar tanganmu kosong dan bisa digenggam oleh seseorang yang takkan pernah melepaskanmu.”
 
 
pada akhirnya, jemari akan menemukan genggaman yang tepat, kepala akan menemukan bahu yang tepat, hati akan menemukan rumah yang tepat ...

Minggu, 15 Januari 2017

Sebuah Celah Harapan....

Entah mengapa selalu seperti ini. Selalu tidak nyaman rasanya memikirkan sesuatu yang seharusnya tidak perlu menjadi bahan pemikiran. Memang ini adalah masalah hati, tidak sepantasnya membawa-bawa pikiran terlampau jauh ke suatu arena di mana hati yang lebih berkuasa.
Mungkin memang aku terlalu memiliki rasa ingin tau yang tinggi terhadap celah-celah kecil yang tertutup. Ini bukan tentang 'aku' saja, tapi tentang kita semua yang memiliki rasa ingin tau di atas ambang batas kenormalan. Kadang tidak masuk akal. Kadang rasa ingin tau yang berlebihan seringkali disertai rasa sakit yang sebenar-benarnya. Sesuatu yang tidak seharusnya kita tau, sesuatu yang tidak sepantasnya kita jelajahi. Karena jika kita mengetahui hal-hal yang tidak seharusnya kita tau, kemungkinan besar kita akan kecewa, lalu terperangkap dalam permainan yang kita ciptakan sendiri.
Berat sekali rasanya mengabaikan bujukan hati untuk tidak terlalu jauh 'ingin' mengetahui kehidupan orang yang tidak wajib kita ketahui. Ketika kita mengagumi seseorang dengan beberapa sebab yang tidak terjabarkan, kita akan terdorong untuk mencari tau, mengamati, memperhatikan dari jarak sejauh apa yang bisa kita jangkau. Entah mengapa, terkadang rasakagum muncul bersamaan dengan rasa penasaran yang sangat mengganggu, mengajak untuk memainkan sebuah permainan di mana tak ada yag kalah dan menang. Permainan yang membingungkan. Namun, kita tetap mengikuti seruannya. Seruan untuk bermain-main dengan api.
Aku tak ingin mendeklarasikan cinta, tak ada sebab-sebab yang melatarbelakangi untuk melakukannya. Ketika kita terlanjur terjerat, ketika kita terlanjur tau tentang hal-hal yang sebenarnya tak perlu kita tau, kita akan pasrah pada beranekaragam perasaan yag memadati semua rongga. Dan ketika kita merasa semakin terhimpit dengan perasaan itu, yang ingin kita lakukan hanyalah ingin mematikan kobaran api yang sudah terlanjur menyala dalan jiwa. Meskipun sulit, namun perasaan yang tak beralasan dan tak mempunyai harapan itu harus segera dihentikan. Keuali jika kita percaya, ada tujuan yang mulia pada akhirnya, bukan sekedar rasa yang relatif hampa.

Kepada sebuah celah yang melubangi pikiran,
Ingin rasanya mengembalikan semua langkah yang terlanjur direntangkan. Sebelum aku membaca namamu di suatu situasi yang sepi. Ketika entah kenapa dengan tidak sopannya rasa penasaran ini muncul tiba-tiba, membuatku ingin mencari tau tentangmu. Lebih jauh... Lebih dekat...
Dengan berjuta situasi yang tak pasti, dan tentang harapan tentang kisah-kisah yang mungkin hanya akan menjadi sekedar harapan palsu yang tak terwujud. Aku ingin berterima kasih, karena kamu telah memberikan sedikit celah dalam pikiranku...



15/Jan/2017