Selasa, 29 November 2016

Entahlah...


Entahlah... 
kata ini terlalu sering saya ucapkan dalam hati belakangan ini. 
Entahlah... 
kenapa saya sering menyebutkan kata ini. 
Entahlah... 
arti dari kata entahlah yang saya sebutkan.  
Entahlah... 
mungkin juga karena lelah.
Entahlah... 
mungkin juga karena ketidaktahuan saya akan 5 detik, 5 menit, 5 jam, 5 hari, 5 minggu, 5 bulan bahkan sampai 5 tahun ke depan.
Entahlah... 
mungkin karena khawatir. Atau takut?
Entahlah... 
mungkin takut dan khawatir mempunyai arti yang berbeda tetapi bagi saya dua kata itu memiliki keterkaitan.
Entahlah... 
mungkin karena sesuatu yang terlalu terang. Silau.
Entahlah... 
mungkin karena sisi lain sesuatu itu terlalu gelap. Seperti buta.
Entahlah... 
mungkin karena saya terlalu sering menyebutkan mungkin.
Entahlah...
apa yang akan terjadi.
Entahlah... 
kapan saya akan berhenti menyebutkan entahlah.
Entahlah... 
mungkin jika saya menemukan jawabannya.
Entahlah... 
apakah saya akan benar-benar berhenti ketika jawaban itu ditemukan.
Entahlah...

Minggu, 23 Oktober 2016

Layang-Layang

Suatu hari sebuah layang-layang berkata dalam hatinya, "Aku kesal. Aku ingin terbang tinggi, setinggi-tingginya tanpa ada yang menahan. Mengapa aku harus diikat dengan benang? Aku tidak bisa terbang dengan bebas!"
Anginpun bertiup kencang, dan layang-layang pun mulai berpikir untuk mendekati layangan lain, agar benangnya bisa putus. Layang-layang sangat ingin dapat terbang tinggi dan bebas. Maka, dengan dorongan angin, si layang-layang pun berusaha mendekati layangan lain, membiarkan benangnya bergesekan dengan benang mereka.
Dan akhirnya benang layang-layang pun putus.
Layang-layang berkata, "Akhirnya, putus juga! Sekarang aku bisa terbang bebas dan naik tinggi sesuai inginku!"
Akan tetapi, yang terjadi berbeda dengan yang diharapkan oleh layang-layang.
"Kenapa ini? Mengapa aku jatuh?"
Layang-layang itu jatuh dan tersangkut di atas pepohonan. Kata layang-layang dengan sedih, "Ah, aku tersangkut! Kenapa begini? Bukannya terbang tinggi, aku malah tersangkut di pepohonan."
 Dan layang-layang mulai merenung kembali, dan dalam hatinya ia berkata, "Sekarang aku tahu. Justru karena aku terikat benang, sehingga aku bisa tetap melayang di udara. Ternyata benang itu yang membuat aku tetap terbang."

Hati manusia sama seperti layang-layang. Pada dasarnya manusia ingin hidup bebas sesuka hati, tanpa peduli akan nasihat dan didikan. Seringkali kta berpikir bahwa didikan dan nasihat adalah sesuatu yang mengekang kita. Padahal nasihat dan didikan sama halnya dengan benang pada layang-layang. Itulah yang dapat membuat kita terbang dan berhasil.
Saat hati kita membuat pilihan yang salah, nasihat dan didikan akan menarik kita untuk tetap ada di jalan yang benar. Saat hati kita mulai sombong karena berada di puncak keberhasilan, nasihat dan didikan akan menarik kita agar menjadi rendah hati.
Nasihat dan didikan didapat dari lingkungan sekeliling kita, tetapi yang paling terutama adala dari Tuhan.
Karena Tuhan adalah sumber nasihat dan didikan yang paling benar. Biarlah hati kita selalu terbuka untuk nasihat dan didikan, sehingga kita tetap dapat 'terbang melayang'.

23 Oktober

Dari awal seharusnya memang ku hindari. Rasa ini tak seharusnya ada, tak harusnya ku terima. Harusnya aku mengatur diri sedemikian rupa, merantai segala pikiran agar tak menjalar ke sana. Dan membuatku terjatuh seperti saat ini.
Dulu ku kira ini hanya biasa, tak akan lama. Ku kira kau hanya akan berdampak baik, menjadi motivasi bagiku. Namun tak dapat dipungkiri saat ku membiarkan pikiran ini terbang sebegitu bebas, ancaman pun tak terelakkan. Semakin tinggi, semakin banyak angin yang menerpa.
Yaa benar begitu, semakin kau melambung jauh, semakin sakit saat terjatuh dan lepas. Semakin dipikirkan, tentu semakin dalam rasanya. Semkin di cari tahu, semakin banyak ruang yang akan dimasuki.
Aku mencari tahu dengan alasan menemukan kelemahan yang dapat membuatku melepas, namun kenyataan selalu terbalik. Aku bukan terlepas tetapi bahkan aku semakin tertarik dalam kehidupanmu.
Dari awal harusnya aku tahu, kita tak akan bersama, walau dalam hatiku terus berharap bahwa kau adalah yang selalu aku semogakan. Hatiku selalu diam-diam berharap akan dirimu.
Terlalu munafik jika sampai saat ini ku katakan kalau aku tak berharap. Dari awal saat pertama aku tak tak tahu apa yang membuatku sangat tertarik akan dirimu, aku merasa nyaman dan kamu berbeda.
Tetapi aku sadar diri, mungkin bukan aku yang menjadi inginmu. Bukan aku. Tetapi selalu ada rasa ingin, tetap ada rasa kesal dan sedih. Saat melihat, saat aku tahu dan berpikir ada orang lain yang kau ingini, ada orang lain yang lebih membuatmu tertarik, bukan aku.
Kita dipertemukan, bukan dipersatukan. Kalimat ini seakan selalu berputar di pikiranku, seakan menjadi alarm bahwa aku bukan yang kau inginkan. Penanda bahwa seharusnya dari awal aku tak seperti ini. Seharusnya aku bisa menjauh.
Tetapi, aku selalu memikirkan dirimu, aku seperti orang lain, tak biasanya aku seperti ini. Aku juga tak tahu apa yang membuat aku selalu memikirkan dirimu. Aneh, hanya itu yang bisa kukatakan.
Aku lelah dan ingin menyerah akan dirimu. Aku ingin menyudahi semua harapanku.Tapi berat untuk melepaskannya. Melepaskan atau bertahan tetap menyakitkan. Biarlah waktu yang berjalan, dan semuanya dapat berakhir. Dan semuanya bisa menjadi biasa tanpa dirimu di pikiranku.
Yaaa, seharusnya aku jangan terlalu berharap pada suatu pertemuan, karna terkadang Tuhan hanya mempertemukan bukan menyatukan...

Jumat, 21 Oktober 2016

Aku Berhenti




Hati apakah kau tau, aku masih menyimpan nama seseorang di sini
Hati apakah kau tau, aku masih mengingatnya di dalam diri
Hati apakah kau tau, aku selalu merindunya dalam sanubari
Hati apakah kau tau, rasa ini tak pernah pudar meski waktu telah terlewati

Aku hanya bisa menyimpannya dalam kebisuanku
Aku hanya bisa menyimpannya dalam rinduku
Aku hanya bisa menyimpannya dalam angan semuku
Semuanya hanya ku rajut dalam syahdu
Semuanya hanya ku tulis dalam kalbu

Di antara kita slalu terbentang jarak
Layaknya lautan yang selalu berombak
Hingga kini aku tak mampu menggapai
Sosok diri yang slalu menyelimuti diri

Melangkah pergi
Menjauhi diri
Mematikan setiap rasa di hati
Melupakan seseorang yang begitu berarti

Diri ini telah letih
Diri ini telah lelah
Berharap di antara kita terjadi kisah
yang kan berakhir indah

Biarlah rasa itu berhembus pergi
Sabarkan diri ini
Hingga sampai batas waktu yang terlewati
Agar hadirnya tak ku harapkan lagi...

Minggu, 10 Juli 2016

10 July 2016

Sudah 1 tahun nggak posting, cuma pengen cerita-cerita aja sih tentang apa yang sedang saya alamin saat ini. yaa sekedar cerita hati saja....
Hmm saat ini saya tidak tau apa yang harus saya lakukan. Cuma lagi berpikir kalau setiap orang pasti butuh waktu untuk sendiri. Butuh waktu untuk memperhatikan dirinya sendiri. Yaa, tidak masalah sih, saya juga membutuhkan waktu untuk itu.
Saya tidak mau duluan, itu terserah saja sih. Jika sudah merasa siap, saya masih menunggu kok. Saya bisa belajar untuk melupakan semuanya. Saya bisa belajar untuk tidak berharap lagi. Bagi saya, semuanya bisa menjadi biasa. Hanya soal waktu untuk membuat semunya jadi biasa.
Mungkin suatu saat nanti, perasaan saya bisa jadi "biasa". Sebenarnya saya tidak mau, belum bisa dan masih berharap (hahaha). Tapi yaaa, keadaanlah yang memaksa saya untuk seperti ini (mau tidak mau yaaa harus bisa). Yang dirasa sudah tidak ada lagi kenyamanan dengan diri saya. Saya sih tidak masalah, dibikin cuek aja (mati rasa haha). Saya sadar, sesuatu bisa menjadi sangaaaattt membosankan. Saya juga sadar, suatu hari nanti saya hanya akan menjadi pelampiasan. Hanya untuk meluapkan duka. Bukan untuk meluapkan bahagia (mungkiiiinnnn).
Saya tau, saya bukan lagi yang diharapkan. Karena saya dianggap memiliki pilihan hidup yang berbeda, dan saya mungkin bukan menjadi pilihannya (sifat saya yang mungkin tidak disukai). Saya memang seperti ini, sifat saya memang seperti ini, tak mungkin saya harus menjadi orang lain kan. Tapi, memang kita berbeda, saya tak diharapkan. Saya bukannya ingin berbeda, tapi tidak bisakah jika saya hanya ingin mencoba sesuatu yang saya anggap menyenangkan?
Saya merasa nyaman sehingga saya menjadi lebih perhatian dan yaaa mungkin terlalu mengekang, saya tau saya bukan siapa-siapa. Tapi, saya hanya ingin memperdulikan bukan bermaksud yang lain, apakah saya tidak bisa mengkahwatirkan dirimu? Bisakah hanya untuk sesaat saya peduli, khawatir, marah, cerewet, melakukan apapun dengan dirimu tanpa harus memperhatikan status yang memang tidak melekat pada diri kita? Yaaa hanya mungkin sihhhhhh...
Ketika saya harus sendiri, seperti saat ini, saya tidak masalah (saya sudah terbiasa). Saya bisa berusaha mencari hiburan (berusaha melupakan semuanya). Saya tidak peduli jika saya sudah tidak dianggap lagi karena ada yang lebih menyenangkan dari diriku (hanya bisa tersenyum, karena pada akhirnya memang kita hanya untuk dipertemukan). Daripada saya harus menuai sakit hati, lebih baik saya sendiri, melupakan segalanya, tetap tersenyum tanpa beban, dan tidak berpikiran negatif.
Saya memang sedang dalam proses untuk memahami hidup. Saya memang terlalu kekanakan (manja juga sih, cerewet). Tapi, saya bisa lebih dari ini. Saya tak akan mengganggu hidupmu, biarlah kamu pergi dan tidak berpaling lagi. Saya hanya menunggu. Semoga saja tidak berubah jadi biasa. Karena saya tidak tau, berapa lama saya sanggup seperti ini, jujur saya masih berharap walau saya tau saya akan dikecewakan lagi.
Jika nanti telah jadi biasa, mungkin saya akan pergi. Saya rasa itu lebih baik buat semua. Mungkin saya tak akan berkata, tapi tak akan ada lagi saya untuk dirimu, karena saya sudah berjalan perlahan dan telah jauh ketika kamu sadar......









Aku Tau Diri

Tenang, aku tau diri kok,
ini bukanlah sebuah keseriusan yang patut diperhitungkan,
Aku tau diri,
Ketika dia memberi sinyal-sinyal rindu,
aku yakin,
tak lain itu hanyalah sekedar cemoohan dan candaan.

Aku tidak akan terlalu jauh untuk itu.
Aku benar-benar akan tetap tau diri,
Sebelum segalanya berbalik arah menyerang,
aku akan lebih dulu menyerah.

Aku tau diri,
aku mengenal diriku sendiri,
tak punya apa-apa selain kepatuhan
layaknya seorang hamba.

Aku tau diri,
semua imajinasi tak akan terealisasi.
Semua beban nasib akan tetap sama,
tak berubah, jadi..... tenang saja.

Aku tau diri,
kebahagiaan yang kumiliki cukup sederhana,
namun itu segalanya.

Tak perlu mencurigaiku,
tak perlu berprasangka terlalu rendah
ataupun terlalu agung.

Kau tak akan melihatku di tengah keramaian
ataupun pada titik kesepian yang menghilang.
Kau tak pernah tau apa isi hatiku.

Tenang saja, aku tau diri,
Tak perlu menyindir-nyindir lembut seperti itu.
Aku sudah cukup tau, mengerti, siapa aku.

Aku sangat tau diri, dari awal.
Pada akhirnya, dia tidak akan memilihku
selain karena bualan.

Tak perlu menduga-duga atau
merisaukan nasibku atas dosa yang menyedihkan.
Aku akan baik-baik saja, dengan apa yang
kualami sebelumnya, kini, dan nanti.